Trump Dukung Ukraina Untuk Ambil Kembali Wilayah RusiaPendahuluan. Dunia perang Ukraina kembali berguncang dengan pernyataan berani dari Presiden AS Donald Trump pada 23 September 2025, saat Sidang Umum PBB di New York. Setelah bertemu Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, Trump menyatakan keyakinannya bahwa Ukraina bisa merebut kembali seluruh wilayah yang hilang ke tangan Rusia, termasuk Semenanjung Krimea yang direbut sejak 2014 dan empat oblast timur yang dianeksasi pada 2022. “Setelah memahami situasi militer dan ekonomi, saya pikir Ukraina, dengan dukungan Uni Eropa dan NATO, bisa menang dan mengembalikan bentuk aslinya,” tulis Trump di Truth Social, sambil menyebut Rusia sebagai “macan kertas” yang terpuruk secara ekonomi. Pernyataan ini merupakan pembalikan sikap dramatis dari Trump, yang sebelumnya mendorong Kyiv untuk mengalahkan wilayah demi perdamaian cepat. Zelenskyy menyambut hangat, menyebutnya “pergeseran besar” yang bisa mendorong sanksi baru terhadap Rusia. Sementara itu, Kremlin menolak keras, menyebut ide itu “kesalahan besar” dan perang mereka bukan “tanpa tujuan”. Eskalasi ini datang di tengah serangan drone Rusia ke Kyiv dan pelanggaran wilayah udara NATO oleh jet Moskow, menambah ketegangan global. Dukungan Trump ini berpotensi mengubah dinamika perang, tapi juga memicu kekhawatiran akan konflik lebih luas, termasuk ancaman nuklir dari hawks Kremlin. BERITA BASKET
Kenapa Wilayah Ukraina Diambil Oleh Rusia: Trump Dukung Ukraina Untuk Ambil Kembali Wilayah Rusia
Rusia merebut wilayah Ukraina melalui serangkaian agresi militer yang dimulai sejak 2014, didorong oleh ambisi geopolitik Presiden Vladimir Putin untuk mengembalikan pengaruh Moskow atas mantan republik Soviet. Pada Maret 2014, pasca-Revolusi Maidan yang menggulingkan presiden pro-Rusia Viktor Yanukovych, pasukan Rusia tanpa tanda—dikenal sebagai “little green men”—menguasai Krimea. Referendum yang diadakan di bawah pendudukan itu, yang dikecam dunia sebagai palsu, menghasilkan aneksasi formal pada 18 Maret 2014. Putin membenarkannya sebagai “pemulihan historis”, mengklaim Krimea bagian dari Rusia sejak 1783 dan mayoritas penduduknya etnis Rusia. Wilayah itu strategis karena basis angkatan laut Rusia di Sevastopol, akses Laut Hitam, dan sumber daya alam seperti gas alam.
Eskalasi berlanjut di Donbas, wilayah timur Ukraina, di mana separatis pro-Rusia di Donetsk dan Luhansk membentuk “republik rakyat” pada 2014, didukung senjata dan pasukan Moskow. Konflik Donbas merenggut 14.000 nyawa hingga 2022. Pada Februari 2022, Putin mengakui kemandirian kedua republik itu sebagai alasan invasi penuh, mengklaim “denazifikasi” dan perlindungan etnis Rusia dari “genosida” Kyiv—klaim yang dibantah laporan PBB. Rusia menduduki sebagian besar Luhansk dan Donetsk, plus seluruh Kherson dan Zaporizhzhia di selatan, yang ditangkap awal invasi untuk koridor darat ke Krimea.
Puncaknya pada 30 September 2022, Rusia menggelar referendum di bawah senjata di wilayah pendudukan, mengklaim 87-99% mendukung bergabung dengan Rusia. Putin menandatangani traktat aneksasi, menjadikan empat oblast itu “wilayah Rusia selamanya”. Tapi Rusia hanya menguasai 60% Donetsk, hampir seluruh Luhansk, dan sebagian Zaporizhzhia saat itu; Kherson direbut kembali Ukraina pada November 2022. Alasan utama: mencegah Ukraina bergabung NATO, mengamankan aset strategis, dan propaganda nasionalis Putin. Dunia menolak aneksasi itu sebagai pelanggaran hukum internasional, tapi Rusia menggunakannya untuk membenarkan mobilisasi dan eskalasi.
Apakah Ukraina Akan Melakukan Operasi Pengambilan Kembali Wilayahnya Tersebut
Ukraina tegas menyatakan komitmen merebut kembali seluruh wilayahnya, termasuk Krimea dan Donbas, meski tantangan militer membuat operasi penuh sulit di 2025. Zelenskyy berulang kali menegaskan “tidak ada wilayah yang bisa dikompromikan”, dengan strategi tiga pilar: tekanan internasional, dukungan militer, dan upaya sistematis sendiri. Pada 2021, Dewan Keamanan Nasional Ukraina menyetujui strategi “de-oksipasi” Krimea, termasuk semua opsi—bahkan perang—untuk reintegrasi. Pada 2025, Kyiv meluncurkan serangan drone ke Krimea, menghancurkan kapal Rusia dan infrastruktur, sebagai bagian dari kampanye melemahkan pendudukan tanpa invasi darat langsung.
Untuk Donbas, Ukraina berhasil merebut sebagian Kharkiv pada 2022 dan Kherson, tapi kemajuan di Donetsk lambat karena benteng Rusia. Pada 2025, pasukan Ukraina melakukan serangan ke wilayah Kursk Rusia sebagai pengalih perhatian, merebut 1.250 km² sementara, meski Rusia merebut kembali setengahnya. Rencana 2025 fokus pada drone jarak jauh dan rudal untuk mengisolasi Krimea—memotong jalur pasok darat dan laut—sambil memperkuat pertahanan di Donbas. Intelijen Ukraina memprediksi Rusia tak capai target kuasai seluruh Donetsk akhir tahun karena korban tinggi. Zelenskyy mendorong NATO untuk tembak jatuh jet Rusia yang langgar wilayah udara sekutu, seperti insiden Estonia dan Polandia. Meski demikian, operasi penuh bergantung bantuan Barat; tanpa itu, Kyiv prioritaskan pertahanan. Pakar bilang, retake Krimea mungkin via blokade, bukan serbu, untuk hindari korban besar.
Bagaimana Dukungan Trump Dapat Membantu Operasi Ukraina Ini
Dukungan Trump, meski retoris awalnya, berpotensi jadi katalisator operasi Ukraina melalui bantuan militer dan tekanan ekonomi. Sejak Januari 2025, AS komitmen $119 miliar total bantuan, termasuk $70,6 miliar militer dari era Biden yang masih dikirim—seperti Patriot dan rudal presisi. Trump sempat bekukan bantuan Maret 2025 untuk dorong negosiasi, tapi angkatnya setelah gagal bicara dengan Putin di Alaska, dan pada Juli 2025, AS umumkan paket baru senilai miliaran, termasuk 17 sistem Patriot dari NATO. Pada September, Trump setujui dua pengiriman $500 juta via Prioritized Ukraine Requirements List (PURL), didanai sekutu Eropa senilai $10 miliar, untuk senjata mendesak seperti artileri dan drone.
Ini bantu Ukraina dengan: (1) Rudal jarak jauh untuk hantam basis Rusia di Krimea, potong pasok; (2) Sistem pertahanan udara tambahan lindungi kota dari drone malam Rusia; (3) Sanksi baru tekan ekonomi Rusia—Trump kritik impor minyak NATO ke Rusia, dorong cap harga lebih rendah. Dukungan ini tingkatkan moral Kyiv, dorong Eropa tambah kontribusi ($257 miliar total), dan sinyal ke Putin bahwa AS tak mundur. Trump janji suplai senjata ke NATO untuk bebaskan Kyiv, meski tanpa dana Kongres baru. Secara keseluruhan, ini perkuat kemampuan Ukraina isolasi Donbas dan Krimea tanpa invasi langsung, meski Trump tekankan perdamaian sebagai tujuan akhir.
Kesimpulan: Trump Dukung Ukraina Untuk Ambil Kembali Wilayah Rusia
Pernyataan Trump bahwa Ukraina bisa rebut kembali wilayah dari Rusia jadi titik balik potensial di perang yang sudah merenggut ratusan ribu nyawa dan hancurkan ekonomi dua negara. Dengan latar aneksasi ilegal Rusia sejak 2014, komitmen Kyiv untuk de-oksipasi, dan bantuan AS yang mengalir meski bergejolak, prospek kemenangan Ukraina terlihat lebih cerah—tapi tetap rapuh. Dukungan Trump tak hanya rudal dan sanksi, tapi juga pesan geopolitik: Rusia tak bisa terus invasi tanpa konsekuensi. Namun, eskalasi seperti pelanggaran udara NATO dan serangan drone Rusia ingatkan risiko perang lebih besar. Zelenskyy harus manfaatkan momentum ini untuk operasi presisi, sementara Trump tekan Putin via diplomasi. Akhirnya, perdamaian sejati butuh dialog, bukan hanya kemenangan militer, agar Eropa bebas dari bayang konflik abadi ini.
Leave a Reply