Siapakah Takaichi Menteri Wanita Pertama Jepang? Sanae Takaichi resmi menjadi Menteri Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI) Jepang yang pertama kali dijabat wanita, setelah Perdana Menteri Shigeru Ishiba umumkan kabinet barunya pada 1 Oktober 2025. Pengangkatan ini jadi sorotan di tengah upaya Jepang tingkatkan peran perempuan di pemerintahan, di mana hanya 10 persen menteri kabinet yang wanita. Takaichi, anggota senior Partai Demokrat Liberal (LDP) berusia 61 tahun, dikenal sebagai politisi konservatif yang vokal soal revisi konstitusi dan ekonomi nasional. Ishiba, yang baru menang pemilu LDP, pilih Takaichi untuk posisi kunci ini guna dorong reformasi energi dan perdagangan di era pasca-pandemi. Ini bukan cuma milestone gender; Takaichi bawa visi tegas yang bisa ubah arah METI, terutama saat Jepang hadapi kompetisi global dari China dan AS. BERITA BOLA
Latar Belakang Takaichi: Dari Aktivis ke Politisi Konservatif: Siapakah Takaichi Menteri Wanita Pertama Jepang?
Sanae Takaichi lahir di Nara pada 1964, tumbuh di keluarga konservatif yang kental pengaruh Partai Liberal Demokrat (LDP). Ia lulus Universitas Seikei dengan gelar hukum, lalu kerja di perusahaan swasta sebelum terjun politik. Debutnya di DPR 2006 mewakili distrik Nara, dan cepat naik daun berkat dukungan mantan PM Shinzo Abe, yang anggap Takaichi sebagai sekutu ideologis. Sebagai pengagum Abe, Takaichi sering bicara soal “normalisasi” militer Jepang, termasuk revisi Pasal 9 konstitusi untuk izinkan pasukan bersenjata aktif.
Karier awalnya fokus isu sosial: ia jadi Menteri Pendidikan 2014-2016, dorong reformasi kurikulum untuk tekankan sejarah Jepang. Kemudian, Menteri Urusan Internal 2017-2018, di mana ia tangani bencana alam dan keamanan siber. Pengalaman ini bikin Takaichi paham birokrasi rumit Jepang, yang sering lambat di sektor ekonomi. Di usia 61, ia tetap energik—sering kampanye door-to-door di Nara, dan punya basis pendukung kuat di kalangan nasionalis. Latar belakangnya ini bikin pengangkatan METI terasa strategis: Ishiba butuh suara tegas untuk dorong deregulasi bisnis dan transisi energi hijau.
Pencapaian dan Kontroversi: Visi Ekonomi yang Berani tapi Kontroversial: Siapakah Takaichi Menteri Wanita Pertama Jepang?
Sebagai politisi, Takaichi punya rekam jejak campur—pencapaian gemilang tapi kontroversi tak sedikit. Di masa Menteri Pendidikan, ia sukses kurangi beban ujian siswa 20 persen, bikin sistem lebih inklusif. Tapi kontroversi meledak saat ia bilang “wanita Jepang bahagia jadi ibu rumah tangga,” yang dikritik kelompok feminis sebagai mundur dari kesetaraan gender. Pandangannya soal sejarah Perang Dunia II juga panas: ia tolak minta maaf atas “kenangan masa lalu,” sejalan Abe, yang bikin hubungan dengan Korea Selatan tegang.
Di ranah ekonomi, Takaichi vokal dorong “Abenomics 2.0″—kebijakan moneter longgar dan investasi infrastruktur. Ia dukung ekspor teknologi Jepang ke AS, dan kritik China atas pelanggaran hak paten. Pengangkatan ke METI ini pas, karena Jepang hadapi deflasi kronis dan kompetisi chip dari Taiwan. Takaichi janji “ekonomi inklusif” dengan dorong UMKM wanita, tapi skeptis bilang visinya terlalu nasionalis. Di kabinet Ishiba, ia jadi keseimbang untuk menteri keuangan yang lebih moderat, potensi bikin reformasi energi nuklir lebih cepat.
Implikasi Pengangkatan: Langkah Maju Gender atau Ujian Politik?
Pengangkatan Takaichi jadi tonggak gender di Jepang, di mana perempuan cuma 14 persen DPR dan 10 persen eksekutif. Ishiba, yang kampanye janji tingkatkan peran wanita, pilih Takaichi untuk tunjukkan komitmen—tapi juga politik: ia wakili faksi konservatif LDP yang dukung Ishiba di pemilu internal. Ini bisa dorong kebijakan pro-wanita di METI, seperti subsidi startup perempuan, tapi kontroversi masa lalu Takaichi bikin oposisi seperti CDPJ kritik: “Apakah ini kemajuan atau mundur?”
Secara ekonomi, Takaichi bisa percepat transisi ke energi terbarukan—Jepang target net zero 2050—tapi nasionalismenya mungkin tegangkan hubungan dagang dengan China, mitra terbesar. Di level global, ini sinyal Jepang serius kompetisi tech, terutama chip dan AI. Bagi Takaichi, ini ujian besar: sukses bisa bikin ia kandidat PM 2028, gagal bisa picu skandal. Ishiba harap ini stabilkan kabinet yang baru, di tengah skandal korupsi LDP.
Kesimpulan
Sanae Takaichi, menteri wanita pertama METI Jepang, bawa latar belakang konservatif dan pencapaian berani yang bisa ubah arah ekonomi nasional. Dari akarnya di Nara sampai kontroversi sejarah, pengangkatan ini langkah maju gender tapi ujian politik bagi Ishiba. Di 2025, Jepang butuh visi tegas seperti Takaichi untuk hadapi deflasi dan rival global. Apakah ia jadi katalisator reformasi atau sumber gesekan? Waktu jawab—tapi satu hal pasti: Takaichi tak akan main aman. Jepang tunggu aksinya di METI.
Leave a Reply