Berita Terkini Urbandivers

Urbandivers merupakan situs yang menyediakan berita terkini seputar Indonesia maupun Dunia

Ratusan Tentara Israel Ingin Bunuh Diri Selama Perang di Gaza

ratusan-tentara-israel-ingin-bunuh-diri-selama-perang-di-gaza

Ratusan Tentara Israel Ingin Bunuh Diri Selama Perang di Gaza. Ratusan tentara Israel dilaporkan mengalami pikiran bunuh diri sejak awal perang di Gaza, sebuah angka yang mencengangkan di tengah konflik yang sudah berlangsung lebih dari 18 bulan. Data resmi menunjukkan setidaknya 279 upaya bunuh diri di kalangan pasukan IDF sejak Januari 2024 hingga Juli 2025, dengan 36 kasus berujung kematian. Ini lonjakan tajam yang tak bisa diabaikan, terutama karena 78 persennya melibatkan tentara tempur yang langsung hadapi medan perang. Di akhir Oktober 2025, laporan ini muncul saat Israel masih gelar operasi di Gaza, di mana korban sipil dan militer terus bertambah. Bukan sekadar statistik dingin, ini cerita manusia: prajurit muda yang pulang dengan luka tak terlihat, di mana tekanan tempur campur rasa bersalah jadi beban tak tertahankan. Pertanyaan besarnya: bagaimana perang ini hancurkan jiwa mereka, dan apakah sistem siap tangani? INFO CASINO

Dampak Perang Gaza pada Kesehatan Mental Tentara: Ratusan Tentara Israel Ingin Bunuh Diri Selama Perang di Gaza

Perang di Gaza sejak Oktober 2023 tak hanya soal peluru dan ledakan; itu juga medan perang tak kasat mata di pikiran tentara Israel. Pasukan IDF, yang mayoritas berusia 18-21 tahun, hadapi situasi ekstrem: operasi rumah ke rumah di daerah padat, keputusan split-second yang bisa salah, dan pemandangan kehancuran yang tak henti. Banyak yang bilang, tekanan ini lahir dari “moral injury”—rasa bersalah saat perintah bertentangan dengan nilai pribadi, seperti saat serang target sipil atau lihat korban anak-anak. Seorang tentara veteran bilang, “Kami disuruh lindungi, tapi kadang terasa seperti hancurkan.”

Lonjakan kasus mental ini bukan kejutan. Sebelum perang, tingkat bunuh diri di IDF sekitar 20 kasus per tahun, tapi sejak 2024, angka itu melonjak. Tentara tempur, yang 78 persen dari total kasus, paling rentan karena rotasi cepat dan kurang istirahat. Mereka sering pulang dengan PTSD: mimpi buruk, hipervigilans, dan isolasi sosial. Keluarga cerita, prajurit yang dulu ceria kini diam di rumah, tolak cerita pengalaman. Ini mirip veteran Vietnam atau Irak, di mana perang asimetris—lawan tak terlihat—bikin trauma lebih dalam. Di Israel, di mana wajib militer jadi norma, perang Gaza tambah lapisan: rasa takut mati campur rasa bersalah selamat, sementara masyarakat tekan mereka jadi “pahlawan”.

Statistik yang Mengkhawatirkan dan Pola Kasus: Ratusan Tentara Israel Ingin Bunuh Diri Selama Perang di Gaza

Angka 279 upaya bunuh diri dalam 18 bulan itu tak main-main. Dari situ, 36 berakhir fatal, dengan mayoritas terjadi di rumah atau kamp militer setelah pulang. Yang paling memprihatinkan: hanya enam dari 36 korban pernah konsultasi dengan profesional kesehatan mental IDF dalam dua bulan sebelumnya. Artinya, sistem gagal tangkap sinyal dini—banyak yang diam karena stigma atau takut dicap lemah. Tentara tempur dominasi: 78 persen kasus, naik dari 42-45 persen sebelum perang, karena mereka hadapi intensitas tertinggi.

Pola kasus tunjukkan tren: upaya bunuh diri naik 40 persen sejak April 2024, saat operasi Gaza intensif. Banyak yang gunakan senjata pribadi atau obat-obatan, dengan puncak di musim panas saat rotasi pulang. Seorang tentara yang selamat bilang, “Saya lihat teman mati setiap hari; rasanya seperti menunggu giliran.” Data juga soroti disparitas: unit elit seperti Golani Brigade punya tingkat lebih tinggi, mungkin karena paparan lebih berat. Ini bukan isu baru—sejak 2003, IDF catat 700 kasus bunuh diri—tapi perang Gaza percepatnya. Ahli bilang, tanpa intervensi, angka bisa tembus 400 tahun ini, terutama saat pasukan mundur dan hadapi realitas sipil.

Respons Pemerintah dan Upaya Pencegahan yang Diperlukan

Pemerintah Israel langsung respons dengan program darurat. Kementerian Pertahanan tambah hotline bunuh diri militer jadi 24 jam, dan rekrut 50 psikolog baru untuk unit tempur. IDF luncurkan “Green Line”—aplikasi rahasia untuk lapor pikiran gelap tanpa takut sanksi. Tapi kritikus bilang ini terlambat: anggaran kesehatan mental IDF naik 20 persen sejak 2024, tapi masih kurang 30 persen dari kebutuhan. Perdana Menteri Netanyahu sebut ini “krisis nasional”, tapi oposisi tuduh pemerintah abaikan isu demi propaganda perang.

Upaya pencegahan butuh lebih: pelatihan moral injury untuk komandan, rotasi lebih pendek, dan dukungan pasca-pulang seperti terapi kelompok. Keluarga korban tuntut transparansi—kenapa data baru rilis sekarang? Di luar, PBB minta Israel laporkan kasus mental di laporan perang. Bagi tentara, ini soal selamat: program seperti “Warrior Reset” di AS bisa tiru, fokus reintegrasi sipil. Tanpa itu, perang Gaza tak hanya hancurkan Gaza, tapi juga jiwa pelakunya.

Kesimpulan

Ratusan tentara Israel yang alami pikiran bunuh diri selama perang Gaza jadi cermin gelap dari konflik yang tak kunjung usai. Dari dampak moral injury hingga statistik mencengangkan, ini tunjukkan perang hancurkan korban di kedua sisi. Respons pemerintah langkah awal, tapi butuh komitmen lebih untuk cegah tragedi selanjutnya. Di akhir 2025, saat Gaza masih berdarah, cerita ini ingatkan: kemenangan militer tak berarti jika jiwa hancur. Israel harus tangani trauma ini, bukan abaikan—karena pahlawan perang sering jadi korban tak terlihat. Perdamaian tak cuma soal gencatan senjata; itu soal sembuhkan luka yang tak kasat mata.

 

BACA SELENGKAPNYA DI…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *