Irak Masukan Hizbullah-Houthi ke Daftar Pembekuan Aset. Langkah tak terduga dari Baghdad: pemerintah Irak baru saja memasukkan kelompok Hizbullah Lebanon dan Houthi Yaman ke daftar organisasi teroris, lengkap dengan perintah pembekuan aset finansial dan properti mereka. Pengumuman ini muncul di Gazette Resmi Irak pada 4 Desember 2025, menargetkan aset bergerak maupun tak bergerak yang terkait kedua kelompok Iran-aligned ini. Alasannya sederhana: keduanya dituduh terlibat dalam “serangan teroris” yang mengganggu stabilitas regional. Di tengah tekanan AS yang makin kuat dan konflik Gaza yang meluas, langkah ini terlihat seperti upaya Irak untuk menjaga keseimbangan antara Tehran dan Washington, meski langsung memicu kontroversi domestik. INFO SLOT
Latar Belakang Keputusan dan Proses Hukum: Irak Masukan Hizbullah-Houthi ke Daftar Pembekuan Aset
Keputusan ini lahir dari Komite Anti-Terorisme Irak melalui Keputusan No. 61, yang mencantumkan 24 entitas teroris. Hizbullah dan Houthi masuk daftar karena “keterlibatan dalam aksi teroris”, tanpa detail spesifik—mungkin merujuk pada serangan Houthi di Laut Merah atau dukungan Hizbullah terhadap Hamas. Sebenarnya, daftar awal pada 17 November ditujukan untuk aset ISIS dan Al-Qaeda, sesuai Resolusi DK PBB 1373, atas permintaan Malaysia. Tapi kesalahan teknis membuat publikasi dini, termasuk kelompok tak terkait seperti Hizbullah dan Houthi. Pemerintah langsung klarifikasi: versi benar akan terbit segera, tapi sementara itu, pembekuan aset tetap berlaku. Ini bagian dari kampanye Irak lawan pencucian uang dan pendanaan teror, yang sudah bekukan aset ratusan individu sejak 2023.
Implikasi Regional dan Tekanan dari AS: Irak Masukan Hizbullah-Houthi ke Daftar Pembekuan Aset
Irak berada di persimpangan: Iran punya pengaruh besar lewat milisi Syiah seperti Kataib Hizbullah, tapi AS tekan Baghdad untuk potong pipa finansial ke proxy Tehran. Langkah ini selaras dengan sanksi AS yang gencar sepanjang 2025, termasuk pembatasan transaksi ke Hizbullah dan Houthi yang pakai rute Irak untuk impor energi dan perdagangan lintas batas. Hasilnya, jaringan keuangan kedua kelompok bisa lumpuh—Hizbullah kehilangan dana tahunan hingga miliaran dolar, sementara Houthi kesulitan beli senjata via pelabuhan Irak. Di sisi lain, ini sinyal pergeseran: Irak, yang bergantung pada dukungan ekonomi AS, tampak lebih tegas lawan Tehran pasca-serangan Israel ke proxy Iran di Suriah dan Lebanon. Tapi risikonya tinggi—milisi lokal yang pro-Iran bisa balas dengan demo atau serangan domestik.
Reaksi Domestik dan Internasional yang Beragam
Di dalam negeri, reaksi meledak. Anggota parlemen Hussain Mouanes dari blok Kataib Hizbullah sebut ini “sikap ceroboh” dan “malu bagi Irak”, karena negara Arab lain bahkan tak seberani ini. Mustafa Sanad, wakil PMF, kritik di media sosial: Irak malah “nomor satu” label teroris ke sekutu regional, sementara Trump dinominasikan Nobel. Hizbullah dan Houthi belum resmi tanggapi, tapi sumber dekat bilang ini “provokasi” yang bakal balas. Internasionalnya campur aduk: AS sambut hangat sebagai “langkah berani” untuk stabilitas, PBB ingatkan kesesuaian dengan resolusi global, sementara Iran ancam implisit via media negara. Eropa dan Arab Sunni lihat ini peluang potong pengaruh Tehran, tapi khawatir eskalasi di Laut Merah yang ganggu perdagangan global.
Kesimpulan
Pemasukkan Hizbullah dan Houthi ke daftar pembekuan aset Irak jadi momen krusial di Timur Tengah yang panas. Meski awalnya kesalahan, ini ungkap tekanan nyata pada Baghdad untuk pilih sisi di antara Iran dan AS. Dampaknya luas: jaringan keuangan proxy Tehran terpukul, tapi stabilitas Irak sendiri di ujung tanduk dengan milisi lokal yang marah. Di era konflik Gaza yang tak kunjung reda, langkah ini bisa jadi katalisator perubahan—atau justru pemicu bentrokan baru. Irak lagi-lagi jadi medan tarik-menarik kekuatan besar, dan keputusan ini tunjukkan Baghdad mulai mainkan peran lebih aktif. Yang pasti, aset beku hari ini bisa jadi senjata diplomatik besok. Tetap pantau, karena Timur Tengah tak pernah tidur.











Leave a Reply