Australia Kirim Imigran ke Negara Terpencil. Pagi ini, 28 Oktober 2025, pemerintah Australia mengonfirmasi dimulainya deportasi massal imigran asing ke Nauru, negara pulau kecil di Pasifik yang terpencil, sebagai bagian dari kebijakan pengendalian perbatasan yang kontroversial. Sebanyak 350 imigran—termasuk pelaku kriminal asing dan pencari suaka yang ditolak—sudah dikirim dalam gelombang pertama, menandai kelanjutan program offshore processing yang sempat mereda sejak 2022. Menteri Imigrasi Andrew Giles bilang ini “langkah tegas untuk lindungi integritas sistem migrasi,” tapi kritik langsung mengalir dari aktivis hak asasi manusia yang sebut Nauru “penjara terbuka.” Di tengah tekanan migrasi regional yang naik 15% tahun ini, kebijakan ini jadi pengingat betapa Australia gigih pertahankan “perbatasan kuat.” Artikel ini kupas update terkini, latar belakang, kontroversi, dan implikasinya bagi ribuan nyawa yang terjebak di pulau terpencil itu. INFO CASINO
Latar Belakang Kebijakan Offshore Processing: Australia Kirim Imigran ke Negara Terpencil
Kebijakan pengiriman imigran ke negara terpencil seperti Nauru dan Pulau Manus di Papua New Guinea dimulai sejak 2013 di bawah pemerintahan Tony Abbott, sebagai respons atas lonjakan perahu pengungsi dari Asia Tenggara. Tujuannya sederhana: deteksi dan intersepsi perahu di laut, lalu kirim penumpang ke fasilitas offshore untuk proses klaim suaka—bukan ke daratan Australia. Sejak itu, lebih dari 4 ribu orang dikirim ke Nauru, dengan biaya tahunan capai 1 miliar dolar Australia untuk operasional.
Program ini sempat mereda pada 2022 setelah tekanan internasional dan putusan Mahkamah Tinggi Australia yang batasi detensi tak terbatas, tapi pemerintah baru Albanese—yang janji reformasi—kembali aktifkan untuk deportasi kriminal asing. Giles bilang kebijakan ini cegah “penyelundupan manusia,” dengan data Border Force tunjukkan penurunan 80% kedatangan perahu sejak 2013. Nauru, dengan luas cuma 21 km persegi dan populasi 12 ribu, jadi tujuan utama karena kesepakatan bilateral 2012 yang beri Australia hak eksklusif fasilitas detensi. Manus ditutup 2021 karena kondisi buruk, tapi Nauru tetap buka—meski laporan UNHCR sebut 90% imigran di sana alami depresi akibat isolasi.
Update Terkini: Gelombang Deportasi Pertama di 2025: Australia Kirim Imigran ke Negara Terpencil
Gelombang deportasi pertama tahun ini dimulai 25 Oktober, dengan pesawat charter bawa 350 imigran dari Darwin ke Nauru—terdiri 200 pelaku kriminal asing (kebanyakan visa overstay dari India dan Vietnam) dan 150 pencari suaka yang ditolak. Giles konfirmasi di parlemen Senin pagi: “Ini prioritas untuk deportasi cepat, lindungi masyarakat Australia dari risiko.” Biaya operasional gelombang ini capai 50 juta dolar, termasuk logistik penerbangan dan keamanan di Nauru.
Update lapangan: di Nauru, fasilitas Regional Processing Centre (RPC) yang tutup 2021 dibuka lagi dengan kapasitas 500 orang, lengkap pengawasan 24 jam. Imigran pertama tiba Jumat malam, dan laporan awal dari aktivis Amnesty International sebut kondisi panas ekstrem dan kurang air bersih—suhu rata-rata 32 derajat Celsius. Pemerintah Australia bilang fasilitas “standar internasional,” dengan medis dan pendidikan disediakan, tapi kritik bilang ini “penjara tropis.” Giles tambah, deportasi lanjut untuk 1.500 kasus tersisa tahun ini, target selesai Desember—respons atas tekanan oposisi yang tuntut “perbatasan aman.”
Kontroversi dan Respons Internasional
Kontroversi langsung meledak: Amnesty International sebut deportasi ini “pelanggaran hak asasi,” merujuk laporan 2024 yang catat 20 kasus bunuh diri di Nauru sejak 2013. Aktivis seperti Julian Assange, yang baru bebas, tweet “Australia kirim orang ke neraka pulau—ini bukan keadilan.” Di Australia, demo di Sydney tarik 5 ribu orang Minggu lalu, tuntut tutup RPC. Oposisi Labor bilang kebijakan ini “kejam dan mahal,” dengan biaya total 10 miliar dolar sejak 2013.
Internasional campur: PBB Human Rights Council panggil Australia “tindakan tidak manusiawi,” sementara New Zealand tawarkan resettlement untuk 200 imigran—kesepakatan 2022 yang sudah selamatkan 450 orang. Indonesia, sebagai negara transit, khawatir: Menteri Luar Negeri Retno Marsudi bilang “Kami dukung migrasi aman, tapi deportasi massal bisa picu krisis regional.” Respons Australia tegas: Giles bilang “Kami patuhi hukum internasional—ini deteren efektif.” Kontroversi ini picu petisi online 100 ribu tanda tangan, tuntut reformasi.
Kesimpulan
Pengiriman imigran Australia ke Nauru pada 28 Oktober 2025 jadi babak baru kebijakan offshore processing yang kontroversial, dari latar deteksi perahu sejak 2013, update deportasi 350 orang pertama tahun ini, hingga kontroversi hak asasi yang picu demo global. Ini langkah tegas pemerintah untuk lindungi perbatasan, tapi biaya manusiawi dan finansialnya tinggi—Nauru tetap simbol isolasi. Di tengah migrasi regional yang naik, Australia tunggu respons dunia; semoga jadi jalan damai, bukan siklus baru. Pantau terus—nasib ribuan nyawa tergantungnya.











Leave a Reply