Berita Terkini Urbandivers

Urbandivers merupakan situs yang menyediakan berita terkini seputar Indonesia maupun Dunia

Perempuan India Diserahkan ke Dewa tapi Jadi Pekerja Seks

perempuan-india-diserahkan-ke-dewa-tapi-jadi-pekerja-seks

Perempuan India Diserahkan ke Dewa tapi Jadi Pekerja Seks. November 2025 membawa angin segar sekaligus pengingat pahit bagi ribuan perempuan di Karnataka, India selatan. Pemerintah negara bagian baru saja memberlakukan undang-undang anti-Devadasi terketat dalam sejarah, yang melarang total dedikasi gadis ke dewa dan memberikan hak waris serta pengakuan ayah bagi anak-anak mereka. Namun di balik euforia itu, cerita-cerita kelam masih bermunculan. Seorang perempuan berusia 28 tahun asal Belagavi baru saja berani bicara di depan publik: dia didedikasikan ke Dewi Yellamma saat berusia 9 tahun, dan sejak remaja dipaksa melayani pria desa sebagai “tugas suci”. Kasusnya bukan satu-satunya—survey ketiga yang digelar September lalu menemukan ribuan perempuan lain masih terjebak dalam lingkaran eksploitasi yang disamarkan sebagai tradisi religius. INFO CASINO

Tradisi yang Menyimpang dari Akar Sucinya: Perempuan India Diserahkan ke Dewa tapi Jadi Pekerja Seks

Awalnya, Devadasi adalah kehormatan. Berabad lalu, gadis-gadis terlatih tari dan musik klasik didedikasikan ke kuil untuk melayani dewa seumur hidup. Mereka hidup nyaman, dihormati, bahkan punya tanah warisan. Tapi seiring waktu, sistem ini membusuk. Di Karnataka utara, keluarga miskin dari kasta Dalit mulai “menyerahkan” anak perempuan mereka karena takut kutukan dewi jika sakit atau musim paceklik. Upacara dedikasi digelar sembunyi-sembunyi: gadis kecil dipakaikan sari merah, kalung mutiara, dan “dinikahkan” dengan pedang atau patung dewi. Sejak saat itu, dia tak boleh menikah manusia lagi. Saat pubertas tiba, tubuhnya jadi milik komunitas—terutama pria berkuasa di desa. Janji “berkat dewi” berubah jadi alasan untuk memperkosa dan mengeksploitasi. Di 2025 ini, meski upacara resmi dilarang, ratusan kasus masih terjadi di Belagavi, Bagalkot, dan Vijayapura.

Hari-hari Neraka Setelah “Pernikahan Suci”: Perempuan India Diserahkan ke Dewa tapi Jadi Pekerja Seks

Bayangkan hidup tanpa masa depan. Seperti Sita—bukan nama sebenarnya—yang kini 35 tahun. Didedikasikan tahun 1999, dia mulai “bekerja” saat berusia 14. Setiap malam, pria desa datang ke gubuknya, bayar 100-500 rupee, lalu pergi. Uangnya? Masuk kantong orang tua atau agen kuil. Dia melahirkan tiga anak dari ayah berbeda, tapi tak ada yang mau mengaku. Anak-anaknya dicap “anak haram”, sulit dapat akte kelahiran, tak bisa waris. Kesehatan hancur: HIV, infeksi kronis, dan trauma yang membuatnya tak bisa tidur tanpa obat. Ribuan perempuan lain sama nasibnya. Survey September 2025 menemukan 70% Devadasi hidup di bawah garis kemiskinan, 40% positif HIV, dan hampir semuanya tak punya akses pendidikan. Yang paling tragis, banyak yang akhirnya dijual ke kota besar—Mumbai atau Pune—jadi pekerja seks komersial dengan label “bekas pelayan dewa”.

Perlawanan dan Harapan dari Undang-Undang Baru

Untungnya, 2025 jadi titik balik. Undang-undang baru Karnataka tak main-main: ancaman penjara 5-7 tahun bagi siapa saja yang terlibat dedikasi, termasuk orang tua dan pendeta. Anak-anak Devadasi kini punya hak tes DNA untuk tuntut ayah biologis, dapat warisan, dan beasiswa sekolah. Pemerintah janji rehabilitasi Rp 500.000 per bulan plus rumah bagi 10.000 perempuan terdata. Aktivis lokal seperti dari organisasi Vimukthi dan Mahila Samkhya berhasil selamatkan 200 gadis tahun ini saja. Tapi tantangan besar: desa-desa terpencil masih takut “kutukan dewi” jika tak lanjutkan tradisi. Banyak keluarga sembunyi-sembunyi, pendeta kuil diam-diam dapat untung. Survey menemukan 2.000 kasus baru sejak 2020, meski angka resmi turun drastis.

Kesimpulan

Di November 2025, sistem Devadasi seperti luka lama yang mulai sembuh tapi masih bernanah. Undang-undang baru Karnataka adalah harapan besar—membuktikan negara serius hapuskan perbudakan berkedok agama. Tapi perubahan sejati butuh lebih dari hukum: butuh pendidikan, lapangan kerja, dan keberanian masyarakat desa menolak takhayul. Ribuan perempuan seperti Sita kini punya suara, dan mereka bilang cukup. Saatnya India selatan benar-benar bebas dari tradisi yang menghancurkan generasi perempuan demi “berkat dewa” yang tak pernah datang. Karena pengabdian sejati bukan menyerahkan anak ke kuil, tapi memberi mereka masa depan layak.

 

BACA SELENGKAPNYA DI…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *