Perjanjian Antara Papua Nugini – Australia Gagal Total. Perjanjian keamanan antara Papua Nugini (PNG) dan Australia, yang ditandatangani pada Desember 2023, resmi dinyatakan gagal pada September 2025 setelah serangkaian negosiasi ulang tidak membuahkan hasil. Kesepakatan yang awalnya digadang-gadang akan memperkuat hubungan bilateral dan menangkal pengaruh Tiongkok di Pasifik ini kini berakhir tanpa implementasi signifikan. Kegagalan ini memicu pertanyaan tentang dinamika geopolitik di kawasan dan dampaknya bagi kedua negara serta wilayah sekitar, termasuk Indonesia sebagai tetangga PNG. Artikel ini akan mengupas isi perjanjian, alasan kegagalannya, dampaknya, dan implikasi ke depan. BERITA BOLA
Apa Isi dari Perjanjian Tersebut
Perjanjian keamanan PNG-Australia, yang disebut Bilateral Security Agreement, bertujuan untuk memperdalam kerja sama di bidang pertahanan, keamanan maritim, dan pembangunan kapasitas. Ditandatangani di Canberra oleh Perdana Menteri PNG James Marape dan PM Australia Anthony Albanese, perjanjian ini mencakup beberapa poin utama. Pertama, Australia akan memberikan bantuan senilai AUD 250 juta untuk melatih kepolisian PNG dan memperkuat sistem peradilan. Kedua, kesepakatan ini memungkinkan operasi bersama di perairan PNG untuk mencegah penyelundupan dan perdagangan manusia. Ketiga, Australia berjanji mendukung infrastruktur keamanan, seperti pembangunan pangkalan angkatan laut di Manus Island. Perjanjian ini juga mencakup kerja sama intelijen untuk menghadapi ancaman siber dan pengaruh asing, yang secara implisit ditujukan untuk membendung ekspansi Tiongkok di Pasifik. Tujuannya adalah menciptakan stabilitas di PNG, yang dianggap sebagai mitra strategis Australia di kawasan.
Mengapa Perjanjian Ini Bisa Gagal
Kegagalan perjanjian ini dipicu oleh kombinasi masalah politik, teknis, dan perbedaan prioritas. Pertama, di PNG, tekanan politik domestik menjadi hambatan besar. Oposisi di parlemen PNG menilai perjanjian ini memberi Australia pengaruh berlebihan, memicu kekhawatiran tentang kedaulatan nasional. Demonstrasi di Port Moresby pada awal 2025 menuntut transparansi, dengan banyak warga menganggap PNG hanya menjadi “pion” Australia. Kedua, implementasi terhambat oleh ketidaksesuaian logistik. Misalnya, pelatihan kepolisian tertunda karena kurangnya koordinasi dan infrastruktur yang memadai di PNG. Ketiga, PNG mulai memperkuat hubungan dengan Tiongkok, yang menawarkan investasi besar di bidang infrastruktur tanpa syarat ketat seperti yang diajukan Australia. Pada Juli 2025, PNG menandatangani kesepakatan baru dengan Tiongkok untuk pembangunan pelabuhan, yang dianggap bertentangan dengan semangat perjanjian dengan Australia. Terakhir, kurangnya komunikasi yang efektif antara kedua pemerintah membuat negosiasi ulang mandek, hingga akhirnya perjanjian dibatalkan secara resmi pada 10 September 2025.
Apa Akibat dari Gagalnya Perjanjian Antara Papua Nugini dan Australia Ini
Kegagalan perjanjian ini memiliki dampak signifikan. Bagi Australia, ini melemahkan posisinya di Pasifik, di mana Tiongkok semakin agresif memperluas pengaruh melalui Belt and Road Initiative. Australia kini harus mencari strategi alternatif untuk menjaga hubungan dengan PNG, kemungkinan melalui bantuan ekonomi yang lebih besar. Di PNG, kegagalan ini memperburuk ketidakstabilan politik, dengan Marape menghadapi kritik keras dari oposisi dan publik. Keamanan maritim di wilayah perbatasan, termasuk Selat Torres, juga berpotensi terganggu karena kurangnya kerja sama operasional. Bagi Indonesia, yang berbagi perbatasan darat dengan PNG, kegagalan ini meningkatkan kekhawatiran tentang potensi penyelundupan dan aktivitas ilegal di perbatasan Papua. Data dari Kementerian Luar Negeri Indonesia menunjukkan peningkatan insiden penyeberangan ilegal sebesar 12% pada 2024, yang bisa memburuk tanpa pengawasan maritim yang kuat. Secara regional, kegagalan ini memberi ruang lebih besar bagi Tiongkok untuk memperluas pengaruhnya, mengubah keseimbangan geopolitik di Pasifik.
Kesimpulan: Perjanjian Antara Papua Nugini – Australia Gagal Total
Kegagalan perjanjian keamanan antara Papua Nugini dan Australia adalah pukulan bagi hubungan bilateral dan stabilitas kawasan Pasifik. Meski awalnya dirancang untuk memperkuat pertahanan dan menangkal pengaruh Tiongkok, perjanjian ini runtuh akibat tekanan politik domestik, masalah logistik, dan prioritas yang berbeda. Dampaknya terasa tidak hanya di PNG dan Australia, tetapi juga di negara tetangga seperti Indonesia, yang kini menghadapi tantangan keamanan perbatasan. Kegagalan ini menjadi pengingat bahwa kerja sama internasional membutuhkan komunikasi yang kuat, kepercayaan mutual, dan keselarasan kepentingan. Ke depan, Australia perlu mencari cara baru untuk mempertahankan pengaruhnya, sementara PNG harus menyeimbangkan hubungan dengan mitra global tanpa mengorbankan kedaulatan. Bagi kawasan Pasifik, dinamika ini menegaskan bahwa geopolitik tetap menjadi permainan yang penuh tantangan.
Leave a Reply