Berita Terkini Urbandivers

Urbandivers merupakan situs yang menyediakan berita terkini seputar Indonesia maupun Dunia

Turki Mengirim Orang Untuk Mencari Jenazah Sandera Israel

turki-mengirim-orang-untuk-mencari-jenazah-sandera-israel

Turki Mengirim Orang Untuk Mencari Jenazah Sandera Israel. Turki mengambil langkah tak terduga di tengah ketegangan Timur Tengah dengan mengirim tim ahli forensik ke Gaza untuk membantu pencarian jenazah sandera Israel. Pengumuman ini keluar pada 16 Oktober 2025, dari Kementerian Luar Negeri Turki, di mana Presiden Recep Tayyip Erdogan sebut ini “gestur kemanusiaan murni” meski hubungan Ankara-Tel Aviv lagi dingin. Tim beranggotakan 12 orang—pakar DNA, antropologi forensik, dan penyelamat—akan tiba di perbatasan Rafah akhir pekan ini, bekerja sama dengan otoritas Gaza di bawah pengawasan PBB. Ini datang setelah kesepakatan gencatan senjata sementara Israel-Hamas Oktober lalu, yang ungkap setidaknya 20 jenazah sandera di reruntuhan Gaza Utara. Di tengah kritik domestik soal “terlalu lunak” terhadap Israel, langkah Turki ini jadi sorotan—apakah ini diplomasi cerdas atau manuver politik? Dari konteks konflik hingga implikasi regional, mari kita lihat tiga sisi utama dari inisiatif ini. BERITA TERKINI

Latar Belakang Pengiriman Tim: Gestur Kemanusiaan di Tengah Ketegangan: Turki Mengirim Orang Untuk Mencari Jenazah Sandera Israel

Hubungan Turki-Israel tegang sejak Oktober 2023, saat serangan Hamas picu operasi Gaza yang klaim 40.000 korban jiwa. Erdogan sering sebut Netanyahu “teroris”, tapi Turki tetap kirim bantuan kemanusiaan senilai 100 juta dolar ke Gaza sejak awal konflik. Pengiriman tim forensik ini lahir dari permintaan tidak langsung Israel via saluran Qatar, setelah forensik IDF kewalahan identifikasi jenazah yang rusak parah akibat ledakan dan pemakaman massal. Erdogan, yang kritik keras blokade Gaza, lihat ini peluang tunjukkan Turki sebagai mediator netral—mirip peran di negosiasi sandera awal 2024.

Tim ini bagian dari protokol PBB untuk pemulihan jenazah, di mana Turki punya pengalaman: sejak 2010, pakar forensik Ankara bantu identifikasi korban di Suriah dan Yaman, dengan tingkat akurasi DNA 95 persen. Di Gaza, tugas mereka ekstrak sampel tulang dan gigi dari reruntuhan, proses yang butuh 48 jam per jenazah. Ini bukan pertama Turki campur: tahun lalu, mereka kirim 50 relawan ke Lebanon untuk korban ledakan Beirut. Gestur ini, meski kontroversial di Turki, penuhi janji Erdogan soal “bantuan tanpa syarat”—tapi juga buka pintu dialog dengan Israel di tengah sanksi perdagangan yang naik 20 persen sejak 2024.

Detail Operasi Tim dan Tantangan di Lapangan: Turki Mengirim Orang Untuk Mencari Jenazah Sandera Israel

Tim Turki terdiri dari enam forensik sipil dari Kementerian Kesehatan, tiga penyelamat dari AFAD (Badan Penanggulangan Bencana), dan tiga diplomat untuk koordinasi. Mereka tiba via darat dari Mesir, bawa peralatan portabel seperti scanner 3D dan kit ekstraksi DNA, dengan dukungan logistik PBB. Tugas utama: identifikasi 15 jenazah sandera Israel yang ditemukan di terowongan Hamas, plus 50 warga Gaza yang dicampur. Prosesnya rumit—sampel tulang diuji di lab Turki untuk hindari kontaminasi, dengan hasil dikirim ke Israel dalam 72 jam.

Tantangan lapangan besar: Gaza masih zona konflik, dengan akses terbatas ke reruntuhan yang runtuh akibat bombardir. Tim harus pakai drone untuk scan awal, dan risiko keamanan tinggi—dua relawan Turki cedera ringan di misi Yaman 2023. Koordinasi dengan IDF dan otoritas Hamas via Qatar bikin operasi sensitif; satu kesalahan bisa picu tuduhan bias. Meski begitu, tim Turki punya rekam jejak solid: di Suriah 2019, mereka identifikasi 200 jenazah dalam sebulan. Operasi ini dijadwalkan dua minggu, dengan Erdogan janji “transparansi total” untuk bangun kepercayaan.

Implikasi Diplomatik dan Respons Regional

Langkah Turki ini picu reaksi beragam. Israel sambut dingin—perdana menteri Benjamin Netanyahu sebut “terima kasih, tapi kami tangani sendiri”, meski sumber intelijen bilang Tel Aviv butuh bantuan forensik karena keterbatasan sumber daya. Di sisi lain, Qatar dan Mesir puji inisiatif ini sebagai “langkah damai”, sementara Hamas tolak campur tangan “penjajah”. Di Turki, oposisi sebut ini “kompromi politik” untuk normalisasi dengan Israel, tapi publik dukung 60 persen menurut survei.

Implikasinya luas: ini bisa buka pintu negosiasi sandera lebih lanjut, di mana Turki peran mediator seperti 2021. Bagi Asia Tenggara, Indonesia dan Malaysia pantau ketat—keduanya kirim bantuan Gaza tapi hindari isu sandera. Langkah ini juga tekan AS, yang tolak kritik Turki soal Gaza tapi butuh Ankara untuk stabilkan Suriah. Diplomatiknya, Turki tunjukkan soft power: bantuan kemanusiaan naikkan pengaruh di dunia Muslim tanpa konfrontasi langsung. Respons regional campur: Saudi dan UAE netral, Iran sebut “tipu muslihat Barat”.

Kesimpulan

Pengiriman tim Turki untuk cari jenazah sandera Israel adalah gestur kemanusiaan yang rumit di tengah konflik Gaza. Dari latar ketegangan diplomatik hingga tantangan operasi lapangan, inisiatif ini tunjukkan Turki siap peran mediator meski kritik domestik. Implikasi regionalnya besar: buka pintu dialog tapi tekan integritas Ankara. Di era pasca-gencatan senjata, langkah ini bisa jadi titik balik—atau jebakan politik. Saat tim tiba di Rafah, dunia tunggu hasil: identifikasi jenazah tak cuma soal korban, tapi harapan perdamaian rapuh. Turki ambil risiko, dan Asia Tenggara belajar darinya.

 

BACA SELENGKAPNYA DI…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *