Berita Terkini Urbandivers

Urbandivers merupakan situs yang menyediakan berita terkini seputar Indonesia maupun Dunia

Eks Presiden Brasil Akan Jalani Hukuman 27 Tahun Penjara

eks-presiden-brasil-akan-jalani-hukuman-27-tahun-penjara

Eks Presiden Brasil Akan Jalani Hukuman 27 Tahun Penjara. Pada 25 November 2025, Mahkamah Agung Brasil memerintahkan mantan Presiden Jair Bolsonaro untuk memulai menjalani hukuman penjara selama 27 tahun tiga bulan atas tuduhan merencanakan kudeta gagal pasca-kalahnya dalam pemilu presiden 2022. Keputusan ini datang setelah tim pembelaannya memilih tidak mengajukan banding kedua, menandai akhir dari perjuangan hukum panjang yang melibatkan tuduhan konspirasi kriminal untuk menggulingkan demokrasi. Bolsonaro, yang berusia 70 tahun, kini menjalani masa tahanan di sebuah kamar kecil seluas 12 meter persegi di markas polisi federal di Brasilia, di tengah pengawasan ketat karena riwayatnya yang mencurigakan. Insiden ini bukan hanya klimaks dari tahun-tahun ketegangan politik, tapi juga pengingat rapuhnya transisi kekuasaan di negara terbesar Amerika Latin. Presiden saat ini, Luiz Inácio Lula da Silva, yang menjadi target utama rencana tersebut, menyambut keputusan itu dengan nada tenang, menyebutnya sebagai kemenangan supremasi hukum. Sementara itu, pendukung Bolsonaro menyerukan amnesti, memicu gelombang protes di jalanan ibu kota, di mana spanduk-spanduk menuntut keadilan untuk “pemimpin rakyat”. Debat ini kembali membakar polarisasi nasional, dengan pertanyaan besar: apakah hukuman ini akan menyembuhkan luka demokrasi atau justru memicu perpecahan lebih dalam menjelang pemilu 2026? BERITA BASKET

Latar Belakang Konspirasi Kudeta: Eks Presiden Brasil Akan Jalani Hukuman 27 Tahun Penjara

Semuanya bermula dari kekalahan tipis Bolsonaro dalam pemilu 2022, di mana ia kalah dari Lula dalam putaran kedua dengan selisih kurang dari dua persen suara. Sejak saat itu, Bolsonaro dan sekutunya menolak hasil tersebut, menyebarkan klaim kecurangan pemilu yang mirip dengan narasi di negara lain. Puncaknya terjadi pada 8 Januari 2023, hanya seminggu setelah pelantikan Lula: ribuan pendukung Bolsonaro menyerbu gedung-gedung pemerintahan utama di Lapangan Tiga Kekuasaan, Brasilia, merusak properti dan menuntut intervensi militer. Penyelidikan Mahkamah Agung mengungkap rencana lebih dalam: rekaman dan kesaksian menunjukkan diskusi untuk membunuh Lula, Wakil Presiden Geraldo Alckmin, dan Hakim Alexandre de Moraes, yang memimpin proses hukum. Enam rekan Bolsonaro, termasuk mantan kepala intelijen dan perwira militer, juga terlibat dalam skema yang disebut sebagai upaya “menghancurkan demokrasi” dan mengembalikan negara ke era diktator. Motifnya jelas: mempertahankan kekuasaan melalui kekerasan, didorong oleh ketakutan kehilangan pengaruh di kalangan basis sayap kanan. Investigasi berlangsung bertahun-tahun, melibatkan ratusan saksi dan bukti digital, hingga akhirnya panel hakim memvonis Bolsonaro bersalah pada September 2025. Hukuman 27 tahun itu mencakup tuduhan konspirasi kriminal, pemalsuan dokumen, dan upaya penggulingan konstitusi—sebuah vonis yang jarang terlihat untuk mantan pemimpin negara.

Perkembangan Hukum dan Penahanan: Eks Presiden Brasil Akan Jalani Hukuman 27 Tahun Penjara

Proses hukum Bolsonaro penuh liku. Setelah vonis September, ia dilarang mencalonkan diri hingga 2030, menghancurkan ambisinya untuk kembali berkuasa. Pada akhir pekan lalu, 23 November, Bolsonaro ditangkap sementara karena diduga mencoba melepas gelang monitor pergelangan kakinya, yang dipasang selama tahanan rumah. Ia mengklaim halusinasi akibat obat-obatan, tapi hakim de Moraes memandangnya sebagai risiko pelarian, terutama setelah paspornya dicabut. Tim pembelaannya, yang sempat mengajukan banding pertama, memutuskan berhenti pada 25 November, membuka jalan bagi eksekusi langsung hukuman. Kini, Bolsonaro menjalani masa tahanan di fasilitas polisi khusus, bukan penjara umum, untuk alasan keamanan—meski ruangannya sempit dan diawasi 24 jam. Beberapa rekan, seperti mantan kepala badan intelijen Alexandre Ramagem, kabur ke luar negeri meski dilarang, memicu kritik atas kelalaian pengawasan. Lula, yang pernah menjalani hukuman dua tahun atas kasus korupsi sebelum dibebaskan dan memenangkan pemilu, menekankan bahwa “hukum berlaku sama untuk semua”, termasuk mantan presiden. Internasional bereaksi campur: Uni Eropa memuji sebagai langkah melindungi demokrasi, sementara sekutu sayap kanan di AS mengecamnya sebagai “perburuan politik”.

Reaksi Publik dan Dampak Politik

Keputusan ini memicu badai reaksi. Di Brasilia dan Rio de Janeiro, ribuan pendukung Bolsonaro berunjuk rasa, membawa spanduk yang menuduh Lula dan de Moraes sebagai diktator. Beberapa bentrokan dengan polisi terjadi, tapi secara keseluruhan damai, dengan polisi federal mengerahkan ribuan personel. Di sisi lain, kelompok progresif merayakan, melihatnya sebagai keadilan atas kerusakan lingkungan dan isolasi internasional selama era Bolsonaro. Survei terbaru menunjukkan polarisasi ekstrem: 45 persen warga mendukung vonis, sementara 40 persen menganggapnya berlebihan, terutama di kalangan evangelis dan petani yang menjadi basisnya. Secara politik, ini melemahkan sayap kanan menjelang 2026, di mana Lula berencana maju untuk masa jabatan keempat. Tanpa Bolsonaro sebagai kandidat, partai-partainya berjuang mencari pengganti, sementara Lula mendapat dorongan popularitas—meski tetap di bawah 40 persen. Dampaknya meluas ke ekonomi: pasar saham Brasil naik tipis pasca-keputusan, mencerminkan harapan stabilitas, tapi analis memperingatkan potensi gejolak jika amnesti didorong parlemen. Secara global, ini memperkuat citra Brasil sebagai negara yang tegas terhadap ancaman otoriter, meski bayang-bayang masa lalu tetap menghantui.

Kesimpulan

Hukuman 27 tahun bagi mantan Presiden Jair Bolsonaro menandai babak baru dalam perjuangan Brasil untuk memperkuat fondasi demokrasinya, setelah tahun-tahun penuh gejolak pasca-pemilu 2022. Meski vonis ini membawa keadilan bagi korban rencana kudeta, ia juga membuka luka polarisasi yang dalam, dengan protes dan tuduhan politik yang terus bergema. Bagi Lula, ini adalah validasi supremasi hukum, tapi tantangan sejati ada di depan: membangun persatuan nasional tanpa memicu konflik lebih lanjut. Di tengah ancaman kudeta yang gagal, Brasil mengirim pesan kuat ke dunia bahwa tidak ada kekebalan bagi yang mengancam institusi. Namun, dengan pemilu 2026 di cakrawala, masa depan tergantung pada kemampuan elite politik untuk berdialog, bukan saling hancurkan. Pada akhirnya, hukuman ini bukan akhir, melainkan awal dari era akuntabilitas yang lebih teguh—jika Brasil bisa menavigasi badai internalnya dengan bijak.

BACA SELENGKAPNYA DI…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *